Monday, March 8, 2010

Tatabatas Taman Nasional Kayan Mentarang

Kegiatan &  pencapaian project

Proses penataan batas kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang pada awalnya dilaksanakan untuk merekonstruksi batas cagar alam yang telah ada oleh Badan Planologi Kehutanan (Baplan) Departemen Kehutanan. Pada periode tahun 1992 – 1996, penataan batas cagar alam telah dilakukan di sebagian wilayah Apokayan sepanjang hampir 497km (sumber : BPKH Kaltim). Walaupun pada kenyataannya saat ini tidak/sulit ditemukan pal batas hasil tata batas tersebut.

Kenyataan bahwa banyak masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Taman Nasional, mendorong masyarakat adat melalui Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) TNKM pada periode tahun 1997 hingga 2000 yang difasilitasi oleh WWF Indonesia melakukan serangkaian kegiatan pemetaan partisipatif desa (PDP) di 10 wilayah adat dan lebih dari 50 pemukiman di sekitar kawasan. Hasil dari kegiatan tersebut berupa informasi dan peta penggunaan lahan, peta dasar sungai serta potensi sumber daya alam masing-masing wilayah. Selain itu hal penting lainnya yang dihasilkan dari kegiatan tersebut adalah usulan batas luar kawasan TNKM. Usulan ini kemudian diakomodasikan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM).

Karena berbagai kendala, usulan tersebut hingga tahun 2004 belum mendapatkan respon dari pemerintah (Dephut) sehingga berbagai persoalan kembali timbul dalam penentuan batas tersebut, seiring dengan perkembangan terakhir.  Hal tersebut menjadikan Dewan Penentu Kebijakan (DPK) TNKM, FoMMa dan  Departemen Kehutanan melihat bahwa persoalan tatabatas TNKM menjadi kegiatan prioritas yang perlu segera ditindak lanjuti. Pada bulan September 2004, FoMMa bersama Departemen Kehutanan (melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan Kalimantan Timur) difasilitasi oleh WWF Indonesia melakukan dialog penanganan tatabatas di Malinau. Pertemuan tersebut menghasilkan agenda konsultasi usulan tatatabatas di tingkat wilayah adat  berupa kegiatan identifikasi dan pengecekan lapangan kondisi batas taman nasional yang diusulkan oleh masyarakat.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, pada periode Oktober 2004 hingga January 2005, WWF Indonesia memfasilitasi pelaksanaan kegiatan identifikasi usulan batas luar masyarakat di tingkat wilayah adat di 11 wilayah adat sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Kegiatan tersebut melibatkan tim dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV Samarinda, Balai Konservasi Sumberdaya Hutan Kalimantan Timur, Forum Musyawarah Masyarakat Adat, Pemerintah Kabupaten Malinau dan Nunukan yang diwakili oleh aparat kecamatan dan desa, tokoh masyarakat, tokoh adat serta tokoh agama.

Pada pertemuan tersebut, secara langsung masyarakat menyampaikan usulan batas luar kawasan yang secara bersama-sama digambarkan di dalam peta usulan batas luar kawasan TNKM. Beberapa lokasi usulan batas luar tersebut kemudian dilakukan survey dan ground chek untuk mengetahui kondisi lapangan sebagai bahan pertimbangan bagi penentuan & persetujuan usuilan batas luar tersebut. Secara umum hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah :

·         Masyarakat adat di wilayah Kabupaten. Malinau menginginkan 157.750 Ha kawasan di keluarkan dari kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang

·         Masyarakat adat di wilayah kabupaten Nunukan menginginkan 257.500 Ha dirubah fungsi menjadi APL

 Atas hasil identifikasi tersebut, pada bulan Juni 2005 telah dilaksanakan konsultasi di Departemen Kehutanan yang melibatkan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Badan Planologi Depertemen Kehutanan. Pertemuan tersebut merekomendasikan agar permasalahan batas TNKM di wilayah adat Krayan (Kab. Nunukan) yang menginginkan perubahan fungsi hampir sebagian besar kawasan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL)  kembali  di bahas ulang di tingkat kecamatan/wilayah adat untuk mendapatkan hasil usulan yang lebih baik.

Seiring dengan proses tata batas yang sedang dilaksanakan, FoMMA difasilitasi oleh WWF Indonesia memiliki program kegiatan perencanaan tata ruang wilayah adat, yang kedepan dari hasil kegiatan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah sebagai acuan pembangunan di masing-masing wilayah adat. Dalam kegiatan tersebut juga tercantum usulan batas taman nasional sesuai dengan perkembangan dan situasi terkini. Untuk menjembantani itu Departemen Kehutanan kembali melakukan identifikasi usulan tata batas oleh masyarakat terutama di wilayah Krayan & Krayan Selatan Kabupaten Nunukan. WWF Indonesia berhasil memfasilitasi penyelenggaraan konsultasi public antara masyarakat dan Dephut pada bulan Desember 2005 dengan hasil berupa kesepakatan untuk menata ulang kembali usulan batas luar taman nasional sesuai dengan kondisi dan situasi yang ideal.

Kedepan nanti, diharapkan proses ini tetap berlanjut untuk ditindak lanjuti dengan konsultasi lanjutan di tingkat kecamatan yang belum terlaksana, serta tingkat kabupaten Malinau dan Nunukan untuk mendapatkan masukan lebih lanjut dalam pelaksanaan penataan batas kawasan TNKM secara utuh dan mengakomodir semua kepentingan.

Kendala yang dihadapi

                Proses penataan batas yang memerlukan keterlibatan semua pihak serta luasnya kawasan yang harus dikelola membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup panjang sehingga seringkali tidak dapat mengimbangi keinginan-keinginan masyarakat yang terus berkembang seiring tuntutan-tuntutan sosial dan ekonomi yang sangat cepat terjadi di sekitar kawasan.

                Kompleksnya penanganan kawasan TNKM yang berada di kawasan perbatasan menjadikan penanganan berbagai permasalahan yang timbul di lapangan terkesan sangat lambat mendapat tanggapan maupun tindakan lanjut dari pemerintah (pusat maupun daerah) serta aparat keamanan (TNI/Polri) yang masing-masing memiliki kepentingan dalam pengelolaan kawasan perbatasan tersebut

Anggaran pemerintah untuk melakukan proses tatabatas TNKM hingga saat ini tahun 2005 belum tersedia, sehingga dalam hal ini BPKH tidak dapat melakukan kegiatan penataan batas secara penuh di kawasan TNKM.

Pelajaran yang diperoleh

                Kompleksnya penanganan masalah perbatasan termasuk kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang menjadikan seringkali terjadi berbagai tarik ulur serta pemahaman yang berbeda mengenai bagaimana menangani kawasan perbatas tersebut, hal tersebut menyebabkan lambatnya berbagai tindakan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Penanganan tatabatas kawasan TNKM tidak terlepas dari penanganan perbatasan Negara IndonesiaMalaysia yang saat ini dirasakan belum tuntas. Hal tersebut berdampak kepada kondisi masyarakat yang tinggal dikawasan perbatasan (sebagian kawasan TNKM) yang akhirnya lambat dalam merasakan manfaat langsung pembangunan.

                 Pelajaran yang dapat diperoleh dari perjalanan untuk mendampingi masyarakat sekaligus mengelola kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang ini adalah, bahwa kelengahan serta ketidak seriusan penanganan masalah perbatasan ternyata dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya hutan yang menjadi hak Indonesia sepenuhnya. Keterlibatan serta pemahaman yang dibangun secara bersama-sama melalui berbagai workshop, seminar dan diskusi akan nilai penting kawasan hutan secara ekologi dan ekonomi menjadi kekuatan dalam mengawali perencanaan penanganan kawasan perbatasan dan Taman Nasional Kayan Mentarang ini.

 

No comments:

Post a Comment