Monday, March 8, 2010

Wilayah Adat in Kayan Mentarang National Park

Costumary Land Area : Hulu Bahau

Area Size: 305.000 hektares

Administratif : Pujungan Sub-district, Malinau District

Population : 1210

Major Ethnic Group : Dayak Kenyah

Major landscapes: Sedimentary mountain ridges; Sedimentary hills; Volcanic mountains

Major forest types: Riparian forest; Hill Dipterocarp forests; Mixed hill forests; Lower montane Oak-Myrtle forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Secondary mixed hill forests; Secondary hill Dipterocarp forests

Access : Reguler/chartered boat from Tanjung Selor/Pujungan

Chartered MAF flight from Tarakan/Malinau (remark: visitors cannot get a seat on a regular MAF flight, these are reserved for local people)

 

Costumary Land Area : Pujungan

Area Size: 590.000 hektares

Administratif : Pujungan Sub-district, Malinau District

Population : 1955

Major Ethnic Group: Dayak Kenyah, Punan

Major landscapes: Volcanic mountains; Limestone ridges;  Sedimentary mountain ridges; Sandstone plateaus; 

Major forest types: Mixed hill forests; Lower montane Oak-Myrtle forests; Montane ridge forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Rich heath forest; Montane forest over limestone; Secondary mixed hill forests; Secondary hill Dipterocarp forests

Access : Reguler/chartered long boat from Tanjung Selor

              Chartered MAF flight from Tarakan/Malinau

 

Costumary Land Area : Mentarang

Area Size: 219.000 hektare

Administratif : Mentarang  Sub-district, Malinau District

Population : 6518

Major Ethnic Group: Dayak Lundayeh

Major landscapes:

Sedimentary mountain ridges

Major forest types:

Hill Dipterocarp forests; Mixed hill forests; Lower montane Oak-Myrtle forests

Access : Chartered boat from Malinau

 

Costumary Land Area : Apokayan (Kayan Hulu & Kayan Hilir)

Area Size: 1.884.000 hektare

Administratif : Kayan Hulu & Kayan Hilir Sub-district, Malinau District

Population : 7117

Major Ethnic Group: Dayak Kenyah, Kayan; Punan

Major landscapes: sedimentary mountain ridges; Volcanic mountains; River terraces; Sedimentary hills

Major forest types: Riparian forests; Hill Dipterocarp forests; Mixed hill forests; Lower montane Oak-Myrtle forests; Secondary mixed hill forests; Secondary hill Dipterocarp forests

Access : Reguler/chartered MAF/DAS/BAT flight from Tarakan/Samarinda

 

Costumary Land Area : Punan Tubu

Area Size: 240.000 hektare

Administratif : Mentarang Sub-district, Malinau District

Population : 639

Major Ethnic Group: Dayak Punan

Major landscapes: Lowland and upland sedimentary ridges; narrow river valleys

Major forest types: Lowland Dipterocarp forest; Hill Dipterocarp forest; Riparian forest

Access : Chartered boat from Malinau

 

Costumary Land Area : Krayan Darat

Area Size: 60.000 hektare

Administratif : Krayan Sub-district, Nunukan District

Population : 5234

Major Ethnic Group : Dayak Lundayeh

Major landscapes: Sedimentary mountain ridges; Sandstone plateaus; Alluvial river valleys

Major forest types: Lower montane Oak-Myrtle forests; (Secondary) heath forest; Secondary mixed hill forests;

Access : Regular MAF/DAS/BAT flight from Tarakan/Malinau

 

Costumary Land Area : Krayan Hilir

Area Size: 116.000 hektare

Administratif : Krayan Sub-district, Nunukan District

Population : 1876

Major Ethnic Group : Dayak Lundayeh

Major landscapes: Sedimentary mountain ridges; Sedimentary river valleys 

Major forest types: Lower montane Oak-Myrtle forests; Montane ridge forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Mixed hill forests; Secondary mixed hill forests; Secondary Oak-Myrtle forests

Access : Regular MAF/DAS/BAT flight from Tarakan/Malinau  to Long Bawan

 

Costumary Land Area : Krayan Hulu

Area Size: 91.000 hektare

Administratif : Krayan Selatan Sub-district, Nunukan District

Population : 1142

Major Ethnic Group : Dayak Lundayeh

Major landscapes: Sedimentary mountain ridges; Sedimentary river valleys; Sandstone plateaus 

Major forest types: Hill Dipterocarp forests; Lower montane Oak-Myrtle forests; Montane ridge forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Agathis-dominated heath forest ; Secondary hill Dipterocarp forests

Access : Regular MAF/DAS/BAT flight from Long Bawan

 

Costumary Land Area : Krayan Tengah

Area Size: 61.000 hektare

Administratif : Krayan Selatan Sub-district, Malinau District

Population : 574

Major Ethnic Group : Dayak Lundayeh

Major landscapes: Sedimentary mountain ridges; Sedimentary river valleys; Sandstone plateaus 

Major forest types: Lower montane Oak-Myrtle forests; Montane ridge forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Secondary hill Dipterocarp forests; Secondary mixed hill forests; Secondary heath forests

Access : Regular MAF/DAS/BAT flight from Tarakan/Malinau

 

Costumary Land Area : Lumbis Hulu

Area Size: 208.000 hektare

Administratif : Lumbis Sub-district, Nunukan District

Population : 1797

Major Ethnic Group: Dayak Tagel

Major landscapes: Sedimentary hills and mountain ridges; Sedimentary river valleys

Major forest types: Lowland Dipterocarp forest; Hill Dipterocarp forest; Riparian forest; Lower montane Oak-Myrtle forests; Upper montane Oak-Myrtle forests; Secondary lowland and hill Dipterocarp forests

Access : Regular/chartered boat from Malinau

Monitoring Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang

Monitoring & Evaluasi Partisipatif & Sistem Informasi Taman Nasional Kayan Mentarang

            Sebagai penunjang dari sistem monitoring dan evaluasi partisipatif yang dirancang untuk dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, WWF Indonesia telah mendesain sebuah system informasi lanjutan yang dapat berguna dalam promosi, sumber informasi untuk berbagai kalangan terutama para pemegang kebijakan serta masyarakjat dunia secara umum. Sistem informasi ini pada awalnya dirancang hanya meliputi informasi data dasar (database) sumberdaya biodiversity dan kondisi social ekonomi sekitar kawasan Taman Nasional yang kesemuanya berbasiskan data spatial.

            Adapun sumber informasi yang nantinya akan dapat diakses melalui jaringan global internet ini berasal dari hasil-hasil penelitian yang telah dan akan dilaksanakan oleh berbagai kalangan peneliti di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang. Untuk menjaga kesinambungan pengelolaan system ini, maka Badan Pengelola TNKM yang terbentuk nanti memiliki bagian khusus yang bertanggung jawab akan pengelolaan system ini. Perancangan, evaluasi dan ujicoba, serta pendidikan & pelatihan untuk menangani system ini akan terus dilakukan hingga system yang dihasilkan dapat berjalan dengan stabil dan semestinya. Kedepan nanti, informasi yang akan dikelola olah system ini akan bertambah dengan informasi lain berupa informasi kawasan secara menyeluruh dan terperinci seperti kondisi alami maupun gangguan habitat/hutan, pengambilan sumberdaya hutan/alam.

            Untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi kawasan tersbut, WWF Indonesia sejak tahun 2000 telah melakukan monitoring kawasan secara kontinyu. Dengan memanfaatkan analisys citra satelit secara berkala, didapatkan hasil kondisi tutupan lahan hingga tahun terkini (2005). Selain itu  survey-survey penutupan dan kondisi kawasan telah dilakukan setiap tahun. Melalui survey cepat lewat pantauan udara (aerial survey), didapatkan hasil bahwa kondisi kawasan taman nasional (2005) berada dalam kondisi yang relative utuh dan terjaga dengan baik. Akan tetapi juga dijumpai beberapa gangguan kawasan berupa pembukaan hutan di sepanjang perbatasan taman nasional dengan Negara Serawak dan Sabah. Sebanyak tiga titik lokasi diduga kuat telah terjadi perambahan hutan oleh perusahaan asal dua Negara tersebut. Survey darat yang difasilitasi WWF Indonesia pada Oktober 2005 lalu yang dilakukan oleh BKSDA Kaltim bersama Yayasan PADI membuktikan secara akurat kecurigaan tersebut dengan ditemukannya bekas-bekas tebangan serta bekas jalan-jalan logging yang telah tertutup kembali oleh vegetasi di kawasan hulu Sungai Bahau Kecamatan Bahau Hulu Kabupaten Malinau yang berbatasan dengan District Miri, Long Banga Sarawak Malaysia.

 

Kendala yang dihadapi

            Proses penataan batas yang memerlukan keterlibatan semua pihak serta luasnya kawasan yang harus dikelola membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup panjang sehingga seringkali tidak dapat mengimbangi keinginan-keinginan masyarakat yang terus berkembang seiring tuntutan-tuntutan sosial dan ekonomi yang sangat cepat terjadi di sekitar kawasan.

            Kompleksnya penanganan kawasan TNKM yang berada di kawasan perbatasan menjadikan penanganan berbagai permasalahan yang timbul di lapangan terkesan sangat lambat mendapat tanggapan maupun tindakan lanjut dari pemerintah (pusat maupun daerah) serta aparat keamanan (TNI/Polri) yang masing-masing memiliki kepentingan dalam pengelolaan kawasan perbatasan tersebut

Anggaran pemerintah untuk melakukan proses tatabatas TNKM hingga saat ini tahun 2005 belum tersedia, sehingga dalam hal ini BPKH tidak dapat melakukan kegiatan penataan batas secara penuh di kawasan TNKM.

Pelajaran yang diperoleh

            Kompleksnya penanganan masalah perbatasan termasuk kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang menjadikan seringkali terjadi berbagai tarik ulur serta pemahaman yang berbeda mengenai bagaimana menangani kawasan perbatas tersebut, hal tersebut menyebabkan lambatnya berbagai tindakan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Penanganan tatabatas kawasan TNKM tidak terlepas dari penanganan perbatasan Negara IndonesiaMalaysia yang saat ini dirasakan belum tuntas. Hal tersebut berdampak kepada kondisi masyarakat yang tinggal dikawasan perbatasan (sebagian kawasan TNKM) yang akhirnya lambat dalam merasakan manfaat langsung pembangunan.

             Pelajaran yang dapat diperoleh dari perjalanan untuk mendampingi masyarakat sekaligus mengelola kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang ini adalah, bahwa kelengahan serta ketidak seriusan penanganan masalah perbatasan ternyata dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya hutan yang menjadi hak Indonesia sepenuhnya. Keterlibatan serta pemahaman yang dibangun secara bersama-sama melalui berbagai workshop, seminar dan diskusi akan nilai penting kawasan hutan secara ekologi dan ekonomi menjadi kekuatan dalam mengawali perencanaan penanganan kawasan perbatasan dan Taman Nasional Kayan Mentarang ini.

Rekomendasi

Untuk mendapatkan kondisi yang ideal di kawasan ini perlu dilakukan konsolidasi serta koordinasi yang lebih baik antara berbagai pihak yang memang memiliki kepantingan langsung dalam menangani kawasan perbatasan termasuk kawasan Taman nasional Kayan Mentarang. Masalah-masalah mendesak yang berkaitan dengan penataan batas kawasan perlu ditangani oleh pihak yang berrwenang dengan tetap mengikutsertakan berbagai kalangan untuk menghindari konflik di kemudian hari.

 

Tatabatas Taman Nasional Kayan Mentarang

Kegiatan &  pencapaian project

Proses penataan batas kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang pada awalnya dilaksanakan untuk merekonstruksi batas cagar alam yang telah ada oleh Badan Planologi Kehutanan (Baplan) Departemen Kehutanan. Pada periode tahun 1992 – 1996, penataan batas cagar alam telah dilakukan di sebagian wilayah Apokayan sepanjang hampir 497km (sumber : BPKH Kaltim). Walaupun pada kenyataannya saat ini tidak/sulit ditemukan pal batas hasil tata batas tersebut.

Kenyataan bahwa banyak masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Taman Nasional, mendorong masyarakat adat melalui Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) TNKM pada periode tahun 1997 hingga 2000 yang difasilitasi oleh WWF Indonesia melakukan serangkaian kegiatan pemetaan partisipatif desa (PDP) di 10 wilayah adat dan lebih dari 50 pemukiman di sekitar kawasan. Hasil dari kegiatan tersebut berupa informasi dan peta penggunaan lahan, peta dasar sungai serta potensi sumber daya alam masing-masing wilayah. Selain itu hal penting lainnya yang dihasilkan dari kegiatan tersebut adalah usulan batas luar kawasan TNKM. Usulan ini kemudian diakomodasikan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM).

Karena berbagai kendala, usulan tersebut hingga tahun 2004 belum mendapatkan respon dari pemerintah (Dephut) sehingga berbagai persoalan kembali timbul dalam penentuan batas tersebut, seiring dengan perkembangan terakhir.  Hal tersebut menjadikan Dewan Penentu Kebijakan (DPK) TNKM, FoMMa dan  Departemen Kehutanan melihat bahwa persoalan tatabatas TNKM menjadi kegiatan prioritas yang perlu segera ditindak lanjuti. Pada bulan September 2004, FoMMa bersama Departemen Kehutanan (melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan Kalimantan Timur) difasilitasi oleh WWF Indonesia melakukan dialog penanganan tatabatas di Malinau. Pertemuan tersebut menghasilkan agenda konsultasi usulan tatatabatas di tingkat wilayah adat  berupa kegiatan identifikasi dan pengecekan lapangan kondisi batas taman nasional yang diusulkan oleh masyarakat.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, pada periode Oktober 2004 hingga January 2005, WWF Indonesia memfasilitasi pelaksanaan kegiatan identifikasi usulan batas luar masyarakat di tingkat wilayah adat di 11 wilayah adat sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Kegiatan tersebut melibatkan tim dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV Samarinda, Balai Konservasi Sumberdaya Hutan Kalimantan Timur, Forum Musyawarah Masyarakat Adat, Pemerintah Kabupaten Malinau dan Nunukan yang diwakili oleh aparat kecamatan dan desa, tokoh masyarakat, tokoh adat serta tokoh agama.

Pada pertemuan tersebut, secara langsung masyarakat menyampaikan usulan batas luar kawasan yang secara bersama-sama digambarkan di dalam peta usulan batas luar kawasan TNKM. Beberapa lokasi usulan batas luar tersebut kemudian dilakukan survey dan ground chek untuk mengetahui kondisi lapangan sebagai bahan pertimbangan bagi penentuan & persetujuan usuilan batas luar tersebut. Secara umum hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah :

·         Masyarakat adat di wilayah Kabupaten. Malinau menginginkan 157.750 Ha kawasan di keluarkan dari kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang

·         Masyarakat adat di wilayah kabupaten Nunukan menginginkan 257.500 Ha dirubah fungsi menjadi APL

 Atas hasil identifikasi tersebut, pada bulan Juni 2005 telah dilaksanakan konsultasi di Departemen Kehutanan yang melibatkan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Badan Planologi Depertemen Kehutanan. Pertemuan tersebut merekomendasikan agar permasalahan batas TNKM di wilayah adat Krayan (Kab. Nunukan) yang menginginkan perubahan fungsi hampir sebagian besar kawasan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL)  kembali  di bahas ulang di tingkat kecamatan/wilayah adat untuk mendapatkan hasil usulan yang lebih baik.

Seiring dengan proses tata batas yang sedang dilaksanakan, FoMMA difasilitasi oleh WWF Indonesia memiliki program kegiatan perencanaan tata ruang wilayah adat, yang kedepan dari hasil kegiatan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah sebagai acuan pembangunan di masing-masing wilayah adat. Dalam kegiatan tersebut juga tercantum usulan batas taman nasional sesuai dengan perkembangan dan situasi terkini. Untuk menjembantani itu Departemen Kehutanan kembali melakukan identifikasi usulan tata batas oleh masyarakat terutama di wilayah Krayan & Krayan Selatan Kabupaten Nunukan. WWF Indonesia berhasil memfasilitasi penyelenggaraan konsultasi public antara masyarakat dan Dephut pada bulan Desember 2005 dengan hasil berupa kesepakatan untuk menata ulang kembali usulan batas luar taman nasional sesuai dengan kondisi dan situasi yang ideal.

Kedepan nanti, diharapkan proses ini tetap berlanjut untuk ditindak lanjuti dengan konsultasi lanjutan di tingkat kecamatan yang belum terlaksana, serta tingkat kabupaten Malinau dan Nunukan untuk mendapatkan masukan lebih lanjut dalam pelaksanaan penataan batas kawasan TNKM secara utuh dan mengakomodir semua kepentingan.

Kendala yang dihadapi

                Proses penataan batas yang memerlukan keterlibatan semua pihak serta luasnya kawasan yang harus dikelola membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup panjang sehingga seringkali tidak dapat mengimbangi keinginan-keinginan masyarakat yang terus berkembang seiring tuntutan-tuntutan sosial dan ekonomi yang sangat cepat terjadi di sekitar kawasan.

                Kompleksnya penanganan kawasan TNKM yang berada di kawasan perbatasan menjadikan penanganan berbagai permasalahan yang timbul di lapangan terkesan sangat lambat mendapat tanggapan maupun tindakan lanjut dari pemerintah (pusat maupun daerah) serta aparat keamanan (TNI/Polri) yang masing-masing memiliki kepentingan dalam pengelolaan kawasan perbatasan tersebut

Anggaran pemerintah untuk melakukan proses tatabatas TNKM hingga saat ini tahun 2005 belum tersedia, sehingga dalam hal ini BPKH tidak dapat melakukan kegiatan penataan batas secara penuh di kawasan TNKM.

Pelajaran yang diperoleh

                Kompleksnya penanganan masalah perbatasan termasuk kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang menjadikan seringkali terjadi berbagai tarik ulur serta pemahaman yang berbeda mengenai bagaimana menangani kawasan perbatas tersebut, hal tersebut menyebabkan lambatnya berbagai tindakan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Penanganan tatabatas kawasan TNKM tidak terlepas dari penanganan perbatasan Negara IndonesiaMalaysia yang saat ini dirasakan belum tuntas. Hal tersebut berdampak kepada kondisi masyarakat yang tinggal dikawasan perbatasan (sebagian kawasan TNKM) yang akhirnya lambat dalam merasakan manfaat langsung pembangunan.

                 Pelajaran yang dapat diperoleh dari perjalanan untuk mendampingi masyarakat sekaligus mengelola kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang ini adalah, bahwa kelengahan serta ketidak seriusan penanganan masalah perbatasan ternyata dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya hutan yang menjadi hak Indonesia sepenuhnya. Keterlibatan serta pemahaman yang dibangun secara bersama-sama melalui berbagai workshop, seminar dan diskusi akan nilai penting kawasan hutan secara ekologi dan ekonomi menjadi kekuatan dalam mengawali perencanaan penanganan kawasan perbatasan dan Taman Nasional Kayan Mentarang ini.

 

IDENTIFIKASI GAGASAN/INISIATIF/MODEL PENDEKATAN DALAM KEMITRAAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

 

1.      INISIATIF/GAGASAN/MODEL : Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang

 

2.      SITE : Taman Nasional Kayan Mentarang

 

3.      CONTACT/REFERENCE :

Balai Taman Nasional Kayan Mentarang

Jl. Pusat Pemerintahan Pemda Malinau - Malinau

Martin Labo (Forum Musyawarah Masyarakat Adat  - TNKM)

Jl. Raya Pandita RT5 No 21

Tg. Belimbing Malinau

Telp. 0553-219581

WWF Indonesia - Kayan Mentarang Programme

Kantor Malinau

Jl. Raya Pandita RT5 No 21

Tg. Belimbing Malinau

Telp. 0553-219581

Email : wwf-km@indo.net.id

 

Website     : www.kayanmentarang.or.id

 

 

4.      ISU/PROBLEM UTAMA

·         Masyarakat adat di dalam kawasan.

Penunjukan Taman Nasional Kayan Mentarang dengan luas areal sekitar 1,360,500 ha pada tahun 1996 (Keputusan Menteri Kehutanan No. 631/Kpts-II/1996 tanggal 7 Oktober 1996) adalah berkat perjuangan masyarakat  adat di 11 wilayah adat besar yang tergabung dalam Forum Musyawah Masyarakat Adat Taman Nasional Kayan Mentarang (FoMMA-TNKM) dan mengacu pada hasil-hasil penelitian berbagai pihak yang difasilitasi oleh WWF Indonesia mengenai keanekaragaman hayati kawasan, sosial-ekonomi dan budaya masyarakat adat yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan Kayan Mentarang yang populasinya mencapai 25.000 orang. Keputusan Menteri Kehutanan ini sekaligus merubah status kawasan menjadi Taman Nasional yang sebelumnya berstatus sebagai Cagar Alam yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 847/Kpts/Um/II/1980. Perubahan status kawasan dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi masyarakat adat  (Dayak) yang telah mendiami lokasi ini selama lebih dari 350 tahun yang lalu. Dengan demikian, keresahan masyarakat adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional dapat diatasi yang sebelumnya serba dilarang ketika masih berstatus Cagar Alam. Masyarakat adat menyadari sepenuhnya bahwa mereka berhak untuk turut berperan serta aktif dalam pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang karena mereka telah menjaga dan melestarikan kawasan ini melalui kearifan tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun.

 

·         Terletak di 2 (dua) kabupaten (Kabupaten Malinau dan Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur).

Isu mengenai demokratisasi, reformasi dan desentralisasi pemerintahan pada akhir tahun 1990an mendorong perubahan paradigma berpikir para pihak (stakeholder) utama Taman Nasional Kayan Mentarang, dalam hal ini masyarakat di 11 wilayah adat, Pemerintah Kabupaten Malinau, Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur mengenai kesetaraan tanggung jawab, peran dan manfaat dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang.

 

·         Belum ada Unit Pelaksana Teknis (UPT). Walaupun Taman Nasional Kayan Mentarang telah tetapkan sejak tahun 1996, Namun UPT (Balai Taman Nasional Kayan Mentarang) belum dibentuk oleh Pemerintah. Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang sehari-hari dilakukan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur. Baru kemudian pada bulan Juli 2006 Pemerintah menetapkan Balai Taman Nasional Kayan Mentarang melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29/II/2006 yang berkedudukan di Tarakan, Seksi Wilayah I berkedudukan di Nunukan, Seksi Wilayah II di Malinau dan Seksi Wilayah III di Sendawar. Pejabat Kepala Balai Taman Nasional Kayan Mentarang beserta staf pendukung hingga saat ini (Agustus 2006) belum ditunjuk dan ditempatkan di Taman Nasional Kayan Mentarang.

 

·         Terletak di wilayah perbatasan antara Malaysia (Negara Bagian Sarawak & Sabah) dan Indonesia.

 

Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang berada di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia (Sabah-Sarawak) yang terbentang sepanjang kurang lebih 448,78 km. Kawasan ini sebagian besar dikelilingi oleh areal hak pengusahaan hutan (HPH) sehingga potensi ancaman illegal logging baik di Sabah dan Sarawak maupun dari wilayah Indonesia sangat tinggi. Berbagai informasi yang diperoleh dari masyarakat dan hasil survey oleh para pihak mengindikasikan adanya ancaman ini. Potensi ancaman yang lebih besar mungkin bisa terjadi apabila kebijakan pemerintah mengenai pembangunan wilayah perbatasan benar-benar direalisasikan.

 

5.      PENDEKATAN KEMITRAAN:

a.           Kelembagaan

·         Dewan Penentu Kebijakan (DPK) –TNKM, dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan N0. 1215/Kpts-II/2002. Dewan ini terdiri dari perwakilan masyarakat adat, pemerintah kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur dan Departemen Kahutanan.  Tugas pokok dan fungsi utama DPK-TNKM adalah membantu pemerintah (Departemen Kehutanan) dalam menentukan kebijakan pengelolaan kolaboratif TNKM dan mengusulkan pembentukan Badan Pengelola TNKM.

·         Badan Pengelola (BP) - TNKM. Implementasi kegiatan pengeloaan kolaboratif akan dilakukan oleh Badan Pengelola-TNKM yang saat ini sedang dalam proses pembahasan-pembahasan di tingkat Dewan Penentu Kebijakan.  Sambil menunggu terbentuknya BP-TNKM, pelaksanaan kegiatan pengelolaan kolaboratif dikoordinasikan oleh Balai Konsevasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur dan difasilitasi oleh WWF Indonesia bersama-sama dengan stakeholder lainnya.

·         Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) TNKM. Merupakan wadah bagi masyarakat adat yang bermukim di dalam dan sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak mereka terhadap pengelolaan sumberdaya alam di 11 wilayah adat besar (Pujungan, Hulu bahau, Mentarang Hulu, Mentarang, Lumbis, Tubu, Kayan Hilir, Kayan Hulu, Krayan Hilir, Krayan Tengah dan Krayan Darat)

 

b.           Mekanisme Kelembagaan

·         Tugas dan tanggung jawab Dewan Penentu Kebijakan Taman Nasional Kayan Mentarang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 1215/Kpts-II/2002

·         Badan Pengelola - Taman Nasional Kayan Mentarang  ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan atas dasar usulan dari Dewan Penentu Kebijakan Taman Nasional Kayan Mentarang .

·         Mekanisme kerja Badan Pengelola TNKM dirancang bersama oleh para pihak melalui Dewan Penentu Kebijakan TNKM.

·         Prinsip-prinsip pengelolaan kolaboratif TNKM adalah berbagi peran, berbagi tanggung jawab dan berbagi manfaat berdasarkan Rencana Pengelolaan TNKM yang syah.

·         Mekanisme pendanaan dirancang melalui pembentukan Trust-Fund (Pendanaan Abadi), alokasi APBN, APBD serta sumber lain. Dalam jangka pendek WWF Indonesia memfasilitasi penggalangan dana dengan donor-donor potensial.

 

c.            Penataan Ruang

·         Kegiatan pemetaan desa partisipatif telah dilakukan di 11 Wilayah Adat dan hasilnya adalah usulan batas luar TNKM dan usulan zonasi TNKM yang dicantumkan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (2001-2025) dan telah disahkan oleh Menteri Kehutanan (SK Menhut No. 1213/Kpts-II/2002).

·         Kegiatan pemetaan tataruang wilayah adat telah dan sedang dilakukan hingga saat ini, yang hasilnya akan diajukan kepada pemerintah Kabupaten sebagai masukan dalam penyusunan Rencana Tataruang Wilayah Kabupaten dan Propinsi termasuk Rencana Tataruang Wilayah Perbatasan.

·         Proses penataan batas luar kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang diselenggarakan secara partisipatif dan saat ini telah memasukai tahapan konsultasi publik di tingkat wilayah adat.

 

 

d.           Bentuk dan Aktivitas Pengelolaan

·         Membangun kerjasama konservasi lintas batas (Trans-boundary conservation) antara Indonesia – Malaysia melalui dukungan kerjasama teknis ITTO, Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia (2001-2003) dengan kegiatan utama :

a.      Pembangunan Infrastruktur utama TNKM

b.      Pengembangan kelembagaan

c.       Inisiatif kerjasama lintas batas Indonesia - Malaysia

·         Membangun pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang berbasiskan masyarakat (Community based park management) melalui dukungan kerjasama teknis Danida, Departamen Kehutanan dan WWF Indonesia (2001-2005) dengan kegiatan utama :

a.      Penyusunan RPTNKM

b.      Pengembangan Kelembagaan

c.       Pemberdayaan masyarakat

d.      Penataan batas luar kawasan

e.       Pendidikan dan penyadaran

·         Mengupayakan konservasi demi kesejahteraan masyarakat dan perlindungan secara efektif Taman Nasional Kayan Mentarang, melalui dukungan kerjasama teknis GTZ, Depertemen Kehutanan dan WWF Indonesia (2006-2011) dengan kegiatan utama :

a.      Pengembangan kelembagaan

b.      Pemberdayaan masyarakat

c.       Perlindungan dan pengamanan kawasan

d.      Mobilisasi sumberdaya

e.       Penataan batas kawasan

 

e.           Peningkatan Kapasitas

·         Peningkatan kapasitas masyarakat melalui FoMMA di 11 Wilayah adat

·         Peningkatan kapasitas Dewan Penentu Kebijakan

·         Peningkatan kapasitas staf Balai Konservasi Sumberdaya Alam/TNKM

 

6.      TUJUAN SPESIFIK

 

Terselenggaranya pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang secara kolaboratif oleh para pihak terkait dalam rangka perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang

 

 

7.      CAPAIAN SAAT INI

 

  • Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang Jangka Panjang (25 Tahun) telah disepakati para pihak dan disahkan oleh Menteri Kehutanan (melalui SK Menteri Kehutanan No. 1213/Kpts-II/2002)

  • Model pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Kayan Mentarang telah disepakati para pihak dan disahkan oleh Menteri Kehutanan (melalui SK Menteri Kehutanan No. 1214/Kpts-II/2002)

  • Terbentuknya Dewan Penentu Kebijakan TNKM secara demokratis dan disahkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menteri Kehutanan No. 1215/Kpts-II/2002.

  • Terbangunnya infrastruktur Taman Nasional Kayan Mentarang (Kantor Pusat Taman Nasional di Malinau, Kantor Pos Lapangan di 4 (empat) lokasi, pengadaan 1 buah kendaraan operasional roda empat, pengadaan 15 unit komputer, dan alat komunikasi SSB sebanyak 5 unit.

  • Buku hasil penelitian keanekaragaman hayati Taman Nasional Kayan Mentarang

  • Buku mengenai Taman Nasional Kayan Mentarang

  • Proyek percontohan ekowisata berbasiskan masyarakat di dua lokasi (Hulu Pujungan & Krayan Hulu)

  • Rencana Pengelolaan Jenis (5 kelompok jenis)

  • Buku laporan ekspedisi bersama mengenai keaneragaman hayati Taman Nasional Kayan Mentarang antara IndonesiaMalaysia.

  • Terbentuknya kelompok pengrajin di 5 wilayah adat dan dipasarkannya produk-produk kerajinan ke luar Taman Nasional Kayan Mentarang

  • Proyek percontohan agroforestry di dua lokasi

  • Modul pendidikan lingkungan hidup tingkat Sekolah Dasar di kabupaten Malinau & Nunukan

  • Sistem monitoring dan evaluasi partisipatif Kabupaten Nunukan & Malinau

  • Laporan patroli bersama di sepanjang perbatasan TNKM (Pemda, Polri, TNI, BKSDA & WWF Indonesia)

  • Tersedianya data dasar (baseline) kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang (berupa citra satelit, penggunaan lahan, biodiversity, potensi wisata dll)

 

 

8.      KENDALA IMPLEMENTASI

·       Belum ditetapkan batas dan zonasi berkaitan dengan fungsi konservasi dan status wilayah adat.

·       Lambatnya pemerintah( Departemen Kehutanan) dalam pembentukan badan pengelola TNKM.

·       Adanya resistensi terhadap kehadiran WWF.

·       Perbedaan persepsi mengenai pengelolaan kolaborasi

·       Menurut Dephut : Kolaborasi hanya kegiatan saja dan masyarakat atau p ihak lain seolah sebagai pelaksana kontrak

·       Menurut Masyarakat/Pemda Kabupaten : Kolaboratif yang berbasiskan program dan merupakan kesatuan manajemen (perencanaan, pengelolaan, monitoring dan pengambilan keputusan bersama)

·       Efektifitas kerja anggota DPK masih rendah

·       Belum adanya dukungan dari APBD dan APBN

·       Belum adanya Balai TNKM

 

9.      REKOMENDASI IMPLEMENTATIF:

·         Tata batas dan zonasi TNKM dalam waktu dekat berkaitan fungsi konservasi dan status wilayah adat.

·         Perlu dukungan pendanaan dari APBD dan APBN serta sumber–sumber lain

·         Segera ditetapkan badan pengelola TNKM.

·         Fleksibilitas pengelolaan TNKM

·         kerjasama lintas batas dengan Malaysia guna menangani ancaman Illegal Logging

 

Tambahan

Susunan keanggotaan DPK-TNKM

Ketua                :     Bupati Malinau

Wakil ketua 1   :     Bupati Nunukan

Wakil ketua 2   :     Ketua FOMMA

Sekretaris 1       :     Ketua BAPPEDA Malinau

Sekretaris 2       :     Ketua BAPPEDA Nunukan

Bendahara        :     Kepala BalaiKSDA Kalimantan Timur

Anggota           :     1. Ketua BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur

                               2. Anggota FOMMA (4 orang)

                               3. Direktur Konservasi Kawasan, Dirjen PHKA

                               4. Kepala Sub Direktorat Kawasan Pelestarian Alam Dirjen PHKA