Friday, January 1, 2010

Kajian Spasial Penentuan Kawasan Hutan Lindung Landskap Maruwai

IMG_2587_2 Selain melakukan kajian HCVF (High Conservation Value Forest) di landskap Maruwai, beberapa kajian lain juga dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan landskap Maruwai, diantaranya yaitu kajian spasial penentuan kawasan hutan lindung. Berikut ini saya kutipkan hasil dari kajian tersebut, secara umum kajian dilakukan dengan menggunakan metode/pertimbangan ilmiah berdasarkan kriteria penentuan HL dari beberapa sumber. Kajian ini bersifat umum dan pastinya masih banyak faktor lain yang mungkin bisa dijadikan masukan dalam kajian lebih lanjut.

Landskap Maruwai sendiri sebagian besar berada di Kabupaten Murung Raya, Propinsi Kalimantan Tengah. Kawasan ini dikenal sebagai salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Merupakan penghubung daerah interior di pulau Borneo. Gugusan pegunungan Muller dan Schawanner telah lama dikenal sebagai kantong biodiversity, yang baik secara landskap maupun ekosistem sangat mempengaruhi kondisi di sekitarnya.

Kondisi Aktual Kawasan Hutan Lindung.

Berdasarkan peta kesepakatan hutan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Propinsi Kalimantan Tengah yang telah direvisi pada tahun 1993 dan Rencana Tataruang Wilayah Kabupaten Murung Raya tahun 2003, lokasi kawasan Hutan Lindung di wilayah Landskap Maruwai tersebar di 13 lokasi.

clip_image001

Lokasi Hutan Lindung berdasarkan Peta TGHK Propinsi Kalteng (1993)

clip_image002

Lokasi Hutan Lindung berdasarkan Peta RTRWK (2003)

clip_image003

Lokasi Hutan Lindung berdasarkan Peta Draft RTRWK (2008)

Terlihat, walaupun memiliki sebaran jumlah yang sama, akan tetapi lokasi dan bentuk arahan HL memiliki

perbedaan yang cukup signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan peta dasar yang dimiliki intansi yang mengeluarkan penunjukan kawasan HL. Hal yang sama juga terjadi pada penunjukan kawasan hutan lainnya, seperti Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas maupun hutan kawasan konservasi.

Perbedaan ini menyebabkan banyak kawasan Hutan Lindung menjadi tidak aman dari sisi kepastian hukum, proses penataan batas hutan lindung sendiri sebagian besar telah dilakukan, walaupun keberadaan pal batas di lapangan sebagai titik acuan seringkali sulit untuk ditelusur.

Luas total HL berdasarkan RTRWK adalah 429.546 Ha, sedangkan berdasarkan TGHK adalah 464.713 Ha. Terdapat perbedaan selisih sebesar 35.166 Ha.

Penunjukan kawasan Hutan Lindung pada periode tahun 1990-an menunjukan bahwa banyak kawasan-kawasan HL berada pada lokasi yang tidak sesuai dengan criteria lahan/kawasan yang dapat dijadikan kawasan HL. Hal ini disebabkan karena minimnya informasi yang akurat pada saat penunjukan.

clip_image004

Lokasi Hutan Lindung TGHK pada Kelerengan

diatas 26%/Sangat Curam (Warna Merah)

Tabel berikut menunjukan kondisi penunjukan hutan lindung (TGHK) berdasarkan kelerangan lapangan.

Kelerangan

Hutan Lindung (HL)

Persen

Non HL

Total

No Data

475.66

475.66

Datar

130,563.15

28%

757,895.60

888,458.75

Landai

105,120.30

23%

446,374.13

551,494.44

Agak Curam

117,675.67

25%

374,987.14

492,662.81

Curam

71,355.72

15%

214,807.98

286,163.71

Sangat Curam

39,523.30

9%

85,298.47

124,821.77

Grand Total

464,713.81

1,879,363.32

2,344,077.13

Dari table terlihat terdapat alokasi kawasan Non Hutan Lindung yang berada pada areal yang memiliki kelerengan sangat curam (diatas 40%). Padahal Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian, yaitu keputusan Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980, Nomor 683/Kpts/Um/8/1961 serta keputusan Presiden Nomor 48/1983, kawasan yang memilik kelerengan > 40% termasuk kedalam kawasan HL.

Lebih dari 50% (235.000 ha) kawasan HL juga dialokasikan pada areal yang datar sampai curam. Walaupun penentuan HL tidak hanya ditentukan oleh faktor kelerengan akan tetapi, indikasi yang ada menunjukan bahwa penentuan alokasi HL sudah selayaknya dilakukan revisi sesuai dengan kondisi actual di lapangan.

Kondisi saat ini, kawasan HL telah banyak mengalami degradasi tutupan hutan. Hal tersebut dipicu oleh mudahnya akses serta maraknya kawasan-kawasan hutan produksi disekitar HL yang secara aktif di kelola oleh industry kayu dan tambang.

Tabel berikut menunjukan kondisi penutupan hutan di kawasan Hutan Lindung.

Landcover

Hutan Lindung (HL)

Non HL

Total

Disturbed Forest

26%

Logged Heath

896.90

12,020.16

12,917.06

Logged Hill MDF

9,287.22

111,210.88

120,498.10

Logged Lowland MDF

109,597.69

723,645.30

833,242.99

Secondary Forest

929.56

36,299.14

37,228.69

Undisturbed Forest

72%

Sub-Montane / Heath Forest

356.79

1,216.36

1,573.15

Sub-Montane Forest

58,626.51

93,130.34

151,756.85

Unlogged Hill MDF

88,931.76

171,091.89

260,023.65

Unlogged Lowland MDF

120,120.79

182,336.00

302,456.79

Upper Montane Forest

519.91

10,416.73

10,936.64

Mixed Heath / MDF

18,775.62

125,213.90

143,989.52

Heath Forest

45,598.57

164,528.79

210,127.36

Non Forest

2%

Water

562.04

8,661.21

9,223.25

Settlement

494.56

3,374.06

3,868.62

Scrub / Ladang

10,011.73

229,213.40

239,225.13

Plantation

6,586.79

6,586.79

No Data

4.15

8.39

12.54

Grand Total

464,713.80

1,878,953.32

2,343,667.12

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebanyak 26% kawasan hutan lindung telah mengalami degradasi penutupan hutan dan sebanyak 2% bahkan telah dibuka untuk berbagai kepentingan (perladangan, pemukiman dll).

Masukan dalam revisi kawasan lindung

Berdasarkan factor-faktor diatas, diperlukan masukan dalam merevisi kawasan hutan di wilayah landskap Maruwai, terutama kawasan lindung. Selain dari factor fisik yang dipengaruhi oleh factor penutupan vegetasi, kelerengan lahan, jenis tanah dan curah hujan, criteria lain yang sangat mempengaruhi terhadap revisi Hutan Lindung adalah kepastian hukumnya sendiri.

Pada landskap Maruwai terdapat industri kehutanan, perkebunan dan pertambangan yang tersebar hampir di sebagian besar kawasan. Peta berikut menunjukan lokasi konsesi yang terdapat di landskap Maruwai.

clip_image005

Banyaknya konsesi yang terdapat di landskap Maruwai menunjukan bahwa hampir seluruh kawasan telah di alokasikan untuk kebutuhan kawasan non lindung. Sehingga kawasan yang tersisa yang dapat dialokasikan sebagai kawasan hutan lindung sangat terbatas. Untuk itu, selain kajian fisik yang dilakukan, diperlukan kajian dan solusi yang tepat dari usulan revisi kawasan hutan lindung. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kawasan yang berujung pada ketidakpastian hukum dan investasi di mesa mendatang.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian, yaitu keputusan Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980, Nomor 683/Kpts/Um/8/1961 serta keputusan Presiden Nomor 48/1983, terdapat tiga factor penting dalam mendeliniasi kawasan sebagai kawasan lindung yakni kelerangan, curah hujan dan jenis tanah.

Hasil kajian menunjukan bahwa sebagian besar landskap Maruwai berada lokasi yang datar hingga landai (61%) dan kondisi curam sebanyak 5%

clip_image006

Peta Kelerengan Landskap Maruwai

Faktor jenis tanah memperngaruhi kepekaan terhadap erosi, semakin tinggi kepekaan suatu tanah maka semakin tinggi nilai suatu kawasan untuk direkomendasikan sebagai kawasan lindung. Tanah di landskap Maruwai di dominasi oleh Endoaquepts (33%).

Informasi akan keberadaan jenis tanah di lapangan sangat sulit untuk diketahui secara praktis. Hal ini mengakibatkan hasil analisa dengan pendekatan kepekaan jenis tanah dapat menjadikan analisa menjadi tidak bermanfaat. Sejauh ini informasi jenis tanah di lanskap Maruwai sedikit diketahui secara menyeluruh. Rekomendasi awal dari kajian revisi HL ini tidak menyertakan pendekatan kepekaan jenis tanah.

clip_image007

Faktor lain yang juga sangat memperngaruhi keberadaan kawasan lindung adalah dilihat dari fungsi dari kawasan hutan lindung itu sendiri, yaitu sebagai bagian dari perlindungan tata air (hydrology) yang mempengaruhi wilayah di sekitarnya. Terutama wilayah pemukiman di bagian hilir.

Peta berikut menunjukan kawasan hulu sungai yang merupakan kawasan penting bagi pengaturan/penyediaan air bagi kawasan pemukiman di bagian hilir.

clip_image008

Kawasan tersebut menjadi prioritas dalam melindungi kawasan hutan sebagai kawasan Hutan Lindung sebagai penyedia/pengatur tata air (hydrology)


Metode Kajian

Kajian untuk revisi Hutan Lindung yang dibuat adalah didasari pada :

No

Dasar Pertimbangan

Analisis

1

Kawasan hutan yang belum memiliki perizinan konsesi (baik kehutanan maupun pertambangan) maupun kawasan alokasi budidaya dengan mempertimbangkan penutupan hutan.

Areal dengan penutupan hutan tanpa ada kepemilikan izin konsesi (Kehutanan, pertambangan), serta alokasi budidaya (perkebunan, pemukiman) dengan jarak 500 meter* (sebagai kawasan penyangga) dari batas konsesi

2

Memiliki kelerengan yang curam (>30%)**

Areal dengan kelerengan (Slope) curam > 30%

3

Wilayah landai (<30%) dapat dijadikan kawasan HL dengan pertimbangan kawasan tersebut merupakan kawasan hulu bagi penyedia/pengatur tata air dengan memperhatikan kondisi penutupan lahan.

Hulu Sub Das yang mengalir menuju pemukiman di daerah hilir

4

Kawasan dengan akses yang terbatas, hal ini berkaitan dengan meminimalkan ancaman terhadap kawasan Hutan Lindung

Areal dengan jarak minimal 500* meter dari jaringan jalan dan jaringan sungai Utama

5

Kawasan yang telah dianalisa masuk ke dalam HL dan ternyata memiliki fungsi/perizinan konsesi didalamnya perlu diperhatikan untuk dicari solusi secara satu persatu dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

6

Melakukan deliniasi kasus-perkasus areal dengan memperhatikan areal penunjukan sebelumnya (TGHK, RTRWK 2003 dan Draft RTRWK 2008)

*Jarak 500 meter merupakan pertimbangan minimal dalam penentuan analisis dan dapat diubah sesuai dengan kondisi lapangan kasus-perkasus.

**Sesuai dengan criteria deliniasi hutan lindung


Hasil Kajian

Setelah dilakukan review terhadap penunjukan Hutan Lindung di Landskap Maruwai sebelumnya, yakni berdasarkan TGHK, RTRWK tahun 2003 dan draft RTRWK 2008 serta dengan melihat hasil analisis berdasarkan criteria-kriteria yang ditentukan diatas. Proses selanjutnya adalah melakukan deliniasi kawasan secara kasus-perkasus. Sehingga didapat usulan revisi Hutan Lindung di landskap Maruwai adalah sebagai berikut :

clip_image009

Peta Review Lokasi HL berdasarkan TGHK, RTRWK 2003,

RTRWK 2008 dan alokasi HL berdasarkan criteria studi

clip_image010

Peta Usulan Revisi Hutan Lindung Landskap Maruwai

Konsesi

Alokasi HL

Persen

Alokasi Non HL

Grand Total

Kehutanan

91,285.58

15.45%

797,399.02

889,234.04

Kehutanan & Pertambangan

51,440.17

8.71%

336,759.33

388,278.55

Tambang

37,911.28

6.42%

269,341.54

307,345.48

Non Konsesi

410,165.79

69.43%

447,340.17

857,505.96

Grand Total

590,802.82

24.2%

1,850,840.06

2,442,364.04

Tabel di atas menunjukan bahwa total usulan revisi HL di Landskap Maruwai mencakup 24.2 % (590.802 Ha) dari wilayah landskap Maruwai. Dengan 30,57% berada pada lokasi yang telah memiliki izin konsesi.

Untuk menghindari konflik kepentingan, alokasi wilayah HL yang berada pada wilayah yang memiliki izin konsesi harus ditinjau kembali secara kasus-perkasus dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Kajian tersebut tentunya bersifat umum dan bagi yang memiliki masukan lainnya silahkan untuk dikomentari ataupun di berikan masukan lebih lanjut.

No comments:

Post a Comment